Ahlusunnah Wal Jama'ah

Di sampaikan pada LAKMUD IPNU - IPPNU ANCAB. Tulungagung

Oleh; H. Khozin SPdI

A.Pengertian

1. Pengertian khusus

Pada masa kepemimpinan Rasulullah kaum muslimin itu adalah umat yang satu,Ahlus Sunnah wal Jamaah, secara harfiah, berarti orang yang berpegang dan mengikuti tuntunan kelompok Nabi saw. Sebab, secara harfiah sunnah berarti tharîqah (tuntunan), maslak (rute yang dilalui) dan mawrid (sumber air);

[1].juga bisa berarti tharîqah mahmûdah mustaqîmah (tuntunan yang terpuji dan lurus). Karena itu, Fulan disebut Ahlus Sunnah, maksudnya adalah orang yang menjadi pengikut tuntunan yang terpuji dan lurus

[2].Mereka inilah yang juga disebut ahl al-haq(pengikut kebenaran), lawan dari ahl al-ahwa’ (pengikut hawa nafsu)

[3].Ahlus Sunnah juga bisa berarti orang yang mengikuti sunnah Nabi saw., lawan dari ahl al-bid‘ah.

Prof. Rawwas Qal’ah Ji, misalnya, dalam Mu‘jam Lughât al-Fuqahâ’ menyatakan, bahwa Ahlus Sunnah waljamaah adalah orang-orang yang dalam berakidah terikat dengan al-Quran dan as-Sunnah, bukan pandangan para filosof.

Istilah Ahlus Sunnah waljamaah telah menjadi istilah yng

khas; hanya dibatasi untuk mazhab tertentu dalam akidah, fikih dan siyâsah.Demikian juga Menurut NU, Ahlus Sunnah waljamaah adalah istilah ,yang merujuk pada madzab ber-I’tiqot/ber-Aqidah dan ber-mazhab dalam masalah fikih dan siyâsah.

Dalam teori usul fikih, istilah Ahlus Sunnah waljamaah

tersebut bisa dikategorikan sebagai haqîqah ‘urfiyyah

(makna hakiki menurut konvensi). Ada yang khâshash, atau

konvensi tertentu, seperti konvensi Ahli Kalam, sehingga

istilah Ahlus Sunnah waljamaah tersebut disebut haqîqah

‘urfiyyah khâshah ‘inda al-mutakallimîn.

Menurut Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan, bahwa sifat

Orang Mukmin yang disebut Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah:
Siapa saja yang bersaksi, bahwa tidak ada tuhan melainkan hanya Allah Swt., tiada sekutu bagi-Nya, serta Muhammad saw. adalah hamba dan Rasul-Nya.
Dia juga mengakui semua yang dibawa oleh para nabi dan rasul, tidak ada sedikitpun keraguan dalam keimanannya. Dia tidak mengkafirkan satu orang pun yang masih bertauhid karena satu dosa. Dia mengharapkan semua perkara yang hilang darinya kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan menyerahkan urusannya hanya kepada-Nya. Dia meyakini bahwa apa saja berjalan menurut qadha’ dan qadar Allah, semuanya, baik dan buruknya. Dia juga mengharapkan kebaikan untuk umat Muhammad dan mengkhawatirkan keburukan menimpa mereka. Tak seorang pun umat Muhammad masuk surga dan neraka karena kebaikan yang dilakukannya, dan dosa yang diperbuatnya, sampai Allah SWT-lah yang memasukan ciptaan-Nya sebagaimana yang Dia kehendaki. Dia meyakini al-Quran kalam Allah, dan diturunkan, bukan makhluk. Dia meyakini bahwa iman adalah ucapan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang.
2.Pengertian umum

Penggunaan istilah Ahlus Sunnah waljamaah biasanya selalu terkait dengan Ahli Kalam, kelompok yang menjadi pengikut: Maturidi, Asy’ari.

Prof. Rawwas Qal’ah Ji, misalnya, dalam Mu‘jam Lughât al-Fuqahâ’ menyatakan, bahwa Ahlus Sunnah waljamaah adalah orang-orang yang dalam berakidah terikat dengan al-Quran dan as-Sunnah,

Ahlus Sunnah Waljamaah siapa yang mengikut Sunnah Nabi SAW kemudian ia dihimpun kepada empat madzhab fiqh yang diketuai oleh Imam Malik yang lahir pada tahun 95 Hijrah dan meninggal tahun 179 Hijrah, Abu Hanifah yang lahir tahun 80 Hijrah dan meninggal tahun 150 Hijrah, Syafie yang lahir tahun 150 Hijrah dan meninggal tahun 204 Hijrah, dan Ibnu Hanbal yang lahir tahun 164 Hijrah dan meninggal tahun 241 Hijrah.
Di segi teologi, ia dihimpunkan kepada dua madzhab yang diketuai oleh A-Asy'ari yang dilahirkan tahun 227 Hijrah dan meninggal setelah tahun 330 Hijrah dan al-Maturidi yang lahir 225 Hijrah dan meninggal 331 Hijrah.
Pengikut as-Syafie dalam bukunya Tabaqat as-Syafiiyyah al-Kubra.Ahlus sunnah wal jama'ah adalah Ma Ana ’Alaihi Wa Ashabi...
yang masuk kriteria Ahlus sunnah wal jama'ah dalam hadis diatas semua yang mengikuti sunnah Nabi kemudian mengikuti jalan /syariat sahabat nabi dan para tabi’in serta para pengikut yang setia.

Sesungguhnya Ahlus Sunnah Wal Jamaah berjalan di atas prinsip-prinsip yang jelas dan kokoh baik dalam I’tiqad, amal maupun perilakunya, seluruh prinsip-prinsip yang agung ini bersumber pada kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya dan apa-apa yang dipegang teguh oleh para pendahulu ummat dari kalangan sahabat, tabi’in dan pengikut mereka yang setia.

Prinsip-prinsip tersebut teringkas dalam butir-butir berikut:

Prinsip pertama:

Beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul­rasul-Nya, Hari Akhir dan Taqdir baik dan buruknya

Beriman kepada Allah artinya: berikrar,beri’tiqad dan mengamalkannya, yaitu; Tauhid Rububiyah, tauhid Uluhiyah, dan tauhid Asma’ Wash­shifat.

Adapun Tauhid Rububiyah adalah mentauhidkan segala apa yang dikerjakan Allah baik sebagai mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan; dan bahwasanya Dia itu adalah Raja dan Penguasa segala sesuatu.

Tauhid Uluhiyah artinya: mengesakan Allah melalui segala pekerjaan hamba yang dengan itu mereka dapat mendekatkan diri kepada Allah, apabila memang hal itu disyariatkan oleh-Nya seperti: berdo’a, takut, berharap, cinta, penyembelihan, nadzar, isti'anah, istighatsah, minta perlindungan, shalat, puasa, haji, berinfaq di jalan Allah dan segala apa saja yang disyariatkan dan diperintahkan Allah dengan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.

Sedangkan makna tauhid Al Asma’ Wash­shifat adalah menetapkan apa-apa yang Allah dan Rasul-Nya telah tetapkan atas Diri-Nya baik itu berkenaan dengan nama-nama maupun sifat-sifat Allah dan mensucikannya dari segala cela dan kekurangan sebagaimana hal tersebut telah disucikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Semua ini kita yakini tanpa melakukan tamtsil (perumpamaan),tanpa tasybih (penyerupaan),dan tahrif

(penyelewengan), ta’thil (penafian), dan tanpa takwil.

Prinsipkedua:

Dan di antara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah: bahwasanya iman itu perkataan, perbuatan, dan keyakinan yang bisa bertambah dengan ketaatan dan bisa berkurang dengan kemaksiatan, maka iman itu bukan hanya perkataan dan perbuatan tanpa keyakinan sebab yang demikian itu merupakan keimanan kaum munafiq, dan bukan pula iman itu hanya sekedar ma’rifah (pengetahuan) dan meyakini tanpa ikrar dan amal. Sebab yang demikian itu merupakan keimanan orang-orang kafir yang menolak kebenaran.

Prinsip ketiga:

Dan di antara prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah bahwasanya mereka tidak mengkafirkan seseorang dari kaum muslimin kecuali apabila dia melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya. Adapun perbuatan dosa besar selain kemusyrikan dan tidak ada dalil yang menghukumi pelakunya sebagai kafir, misalnya meninggalkan shalat karena malas, maka pelaku (dosa tersebut) tidak dihukumi kafir akan tetapi dihukumi fasiq dan imannya tidak sempurna. Apabila ia mati sedang dia belum bertaubat maka dia berada dalam kehendak Allah. Jika Ia berkehendak Ia akan mengampuninya dan jika Ia berkehendak Ia akan mengazdabnya, namun si pelaku tidak kekal di neraka.

Prinsip keempat:

Dan di antara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah wajib taat kepada pemimpin kaum muslimin selama mereka tidak memerintahkan untuk berbuat maksiat. Apabila mereka memerintahkan berbuat maksiat di kala itu kita dilarang untuk mentaatinya namun tetap wajib taat dalam kebenaran lainnya

Prinsip kelima

Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah haramnya memberontak terhadap pimpinan kaum muslimin apabila melakukan hal-hal yang menyimpang, selama hal tersebut tidak termasuk amalan kufur. Hal ini sesuai dengan perintah Rasulullah tentang wajibnya taat kepada mereka dalam hal-hal yang bukan maksiat dan selama belum tampak pada mereka kekafiran yang jelas.

Prinsip keenam:

Dan di antara prinsip Ahlus Sunnah Wal Jamaah bersihnya hati dan mulut kita terhadap para sahabat Rasuly, sebagaimana hal ini telah digambarkan oleh Allah ketika mengkisahkan saudara-saudara Rasulullah yang shaleh tersebut mempunyai hak atas kita berupa penghormatan, cinta dan penghargaan, namun kita tidak boleh berlebih-lebihan dalam mendekatkan diri dengan suatu ibadah kepada mereka.

Prinsip ketujuh:

Dan di antara prinsip Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah membenarkan adanya karamah para wali, yaitu apa-apa yang Allah perlihatkan melalui tangan-tangan sebagian mereka berupa hal-hal yang luar biasa sebagai penghormatan kepada mereka sebagaimana hal tersebut telah ditunjukkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Akan tetapi kita harus mengetahui bahwa ada sebagian manusia pada zaman kita sekarang yang tersesat dalam masalah karamah, bahkan berlebih-lebihan, sehingga menganggap hal-hal yang sebenarnya bukan termasuk karamah, berupa; jampi-jampi, pekerjaan para ahli sihir, syetan-syetan dan para pendusta.

Prinsip kedelapan:

Dan di antara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah bahwa dalam berdalil selalu mengikuti apa-apa yang datang dari Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah baik secara lahir maupun batin dan mengikut apa-apa yang dijalankan oleh para sahabat dari kaum Muhajirin maupun Anshar (mengikuti Khulafaurrasyidin) dan para tabiin serta pengikutnya yang setia.

Prinsip Dasar Ahlussunnah wal Jama'ah NU

Ahlussunnah wal Jama'ah yang dikembangkan oleh NU memiliki prinsip-prinsip dasar yang menjadi rujukan bagi tingkah laku sosial dan pemahaman keagamaan warga NU.

Prinsip dasar Ahlussunnah wal Jama'ah, yang bersumber kepada al-Qur'an, sunnah, ijma', dan qiyas ini telah menjadi paradigma sosial-kemasyarakatan warga NU yang terus dikembangkan sesuai dengan konteks perkembangan masyarakat Islam dan pemikirannya.

Prinsip-prinsip dasar ini meliputi :

Pertama

Prinsip tawassuth, yaitu jalan tengah, tidak ekstrem kanan atau kiri.

Dalam paham Ahlussunnah wal Jama'ah, baik di bidang hukum (syarî'ah) bidang akidah, maupun bidang akhlak, selalu dikedepankan prinsip tengah-tengah. Juga di bidang kemasyarakatan selalu menempatkan diri pada prinsip hidup menjunjung tinggi keharusan berlaku adil, lurus di tengah-tengah kehidupan bersama, sehingga ia menjadi panutan dan menghindari segala bentuk pendekatan ekstrem.

Sikap moderasi Ahlussunnah wal Jama'ah tercermin pada metode pengambilan hukum (istinbâth) yang tidak semata-mata menggunakan nash, namun juga memperhatikan posisi akal.

Begitu pula dalam berfikir selalu menjembatani antara wahyu dengan rasio (al-ra'y). Metode (manhaj) seperti inilah yang diimplementasikan oleh imam mazhab empat serta generasi lapis berikutnya dalam menelorkan hukum-hukum.

Moderasi adalah menegahi antara dua pikiran yang ekstrem; antara Qadariyah (free-willism) dan Jabariyah (fatalism), ortodoks salaf dan rasionalisme Mu'tazilah, dan antara sufisme falsafi dan sufisme salafi.

Penerapan sikap dasar tawassuth dalam usaha pemahaman al-Qur'an dan al-Hadits sebagai sumber ajaran Islam, dilakukan dalam rangka :

(1)Memahami ajaran Islam melalui teks mushhaf al-Qur'an dan kitab al-Hadits sebagai dokumen tertulis;

(2)Memahami ajaran Islam melalui interpretasi para ahli yang harus sepantasnya diperhitungkan, mulai dari sahabat, tabi'in sampai para imam dan ulama mu'tabar;

(3)Mempersilahkan mereka yang memiliki persyaratan cukup untuk mengambil kesimpulan pendapat sendiri langsung dari al-Qur'an dan al-Hadits.

Kedua,

Prinsip tawâzun, yakni menjaga keseimbangan dan keselarasan, sehingga terpelihara secara seimbang antara kepentingan dunia dan akherat, kepentingan pribadi dan masyarakat, dan kepentingan masa kini dan masa datang. Pola ini dibangun lebih banyak untuk persoalan-persoalan yang berdimensi sosial politik. Dalam bahasa lain, melalui pola ini Ahlussunnah wal Jama'ah ingin menciptakan integritas dan solidaritas sosial umat.

Dalam politik. Ahlussunnah wal Jama'ah tidak selalu membenarkan kelompok garis keras (ekstrim). Akan tetapi, jika berhadapan dengan penguasa yang lalim, mereka tidak segan-segan mengambil jarak dan mengadakan aliansi. Jadi, suatu saat mereka bisa akomodatif, suatu saat bisa lebih dari itu meskipun masih dalam batas tawâzun.

Ketiga,

Prinsip tasâmuh, yaitu bersikap toleran terhadap perbedaan pandangan, terutama dalam hal-hal yang bersifat furu'iyah, sehingga tidak terjadi perasaan saling terganggu, saling memusuhi, dan sebaliknya akan tercipta persaudaraan yang islami (ukhuwwah islâmiyyah).

Berbagai pemikiran yang tumbuh dalam masyarakat Muslim mendapatkan pengakuan yang apresiatif. Keterbukaan yang demikian lebar untuk menerima berbagai pendapat menjadikan Ahlussunnah wal Jama'ah memiliki kemampuan untuk meredam berbagai konflik internal umat. Corak ini sangat tampak dalam wacana pemikiran hukum Islam yang paling realistik dan paling banyak menyentuh aspek relasi sosial.

Dalam diskursus sosial-budaya, Ahlussunnah wal Jama'ah banyak melakukan toleransi terhadap tradisi-tradisi yang telah berkembang di masyarakat, tanpa melibatkan diri dalam substansinya, bahkan tetap berusaha untuk mengarahkannya. Formalisme dalam aspek-aspek kebudayaan dalam pandangan Ahlussunnah wal Jama'ah tidaklah memiliki signifikansi yang kuat. Karena itu, tidak mengherankan jika dalam tradisi kaum Sunni terkesan hadirnya wajah kultur Syi'ah atau bahkan Hinduisme.

Sikap toleran Ahlussunnah wal Jama'ah yang demikian telah memberikan makna khusus dalam hubungannya dengan dimensi kemanusiaan secara lebih luas. Hal ini pula yang membuatnya menarik banyak kaum muslimin di berbagai wilayah dunia. Pluralistiknya pikiran dan sikap hidup masyarakat adalah keniscayaan dan ini akan mengantarkannya kepada visi kehidupan dunia yang rahmat di bawah prinsip ketuhanan.

keempat,

Prinsip amar ma'ruf nahi munkar (menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran). Dengan prinsip ini, akan timbul kepekaan dan mendorong perbauatan yang baik dalam kehidupan bersama serta kepekaan menolak dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan kehidupan ke lembah kemungkaran.

Jika empat prinsip ini diperhatikan secara seksama, maka dapat dilihat bahwa ciri dan inti ajaran Ahlussunnah wal Jama'ah adalah pembawa rahmat bagi alam semesta (rahmah li al- 'âlamîn).

Wallohu Muwafiq Ilaa Aqwamiththoriq

Wassalamu Alaikum Warohmatullohi Waabarokaatuh

Comments

Popular posts from this blog

Biografia Grupo Rivales De San Pedro

Elon Musk says monster Tesla seen on racetrack will go into production by summer 2020